A. PENGERTIAN KONFLIKKonflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.Konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan & keterbukaan di antara orang – orang.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Adapun beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli yaitu;
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (Muchlas, 1999), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. (Robbins, 1993). Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
7. Pace & Faules, 1994:249. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami
8. Folger & Poole: 1984. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
9. Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
10. Devito, 1995:381.Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda
B. PROSES TERJADINYA KONFLIK
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya konflik,diantaranya :
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
C. MACAM-MACAM KONFLIK
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
1. Konflik peran (role) yaitu; konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi .
2.Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
3.Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4.Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
5.Konflik antar atau tidak antar agama.
6.Konflik antar politik.
D. STRATEEGI MENGHADAPI KONFLIK
Ada lima strategi yang biasa digunakan,Kelima strategi tersebut dipengaruhi oleh dua prioritas, yaitu prioritas pada sasaran dan prioritas pada relasi.
1. Strategi memaksa, artinya seorang individu hanya memperhatikan/lebih mendahulukan faktor pencapaian tujuan saja dengan tidak memperhatikan faktor hubungan yang terjalin dengan individu lain. Biasanya strategi ini menggunakan prinsip win-lose solution, artinya individu akan berusaha sekeras mungkin agar dia memenangkan konflik dan individu lain kalah (prioritas extrem terjadi pada sasaran ).
2. Strategi cara halus, artinya seorang individu hanya memperhatikan/lebih mendahulukan faktor hubungan yang terjalin dengan individu lain dengan tidak memperhatikan faktor pencapaian tujuan. Biasanya strategi ini menggunakan prinsip lose-win solution, artinya individu akan berusaha agar individu lain memenangkan konflik dan dia sendiri mengalah.(P rioritas extrem terjadi pada relasi).
3. Strategi konfrontasi, biasanya strategi ini menggunakan prinsip win-win solution, artinya kedua pihak sama-sama memenangkan konflik sehingga tidak ada yang merasa dirugikan (prioritas pada sasaran dan relasi memiliki skala yang sama-sama tinggi).
4. Strategi menghindar, biasanya strategi ini menggunakan prinsip lose-lose solution, artinya kedua pihak sama-sama kalah dalam konflik sehingga tidak ada yang merasa diuntungkan, sama-sama kalah karena tidak adanya pengambilan keputusan dalam menyelesaikan konflik ( prioritas pada sasaran dan relasi memiliki skala yang sama-sama rendah).
5. Strategi kompromi, Sebenarnya strategi ini menggunakan prinsip lose-lose solution karena pada akhirnya tidak ada pihak yang memenangkan konflik, masing-masing pihak hanya diminta untuk mengurangi besarnya kepentingan yang ingin diperoleh yang tentunya berpengaruh terhadap relasi dengan pihak lain. Strategi ini diduga hanya menyelesaikan konflik secara permanen saja, sewaktu-waktu konflik yang sama dengan pihak yang sama akan terpicu kembali karena masing-masing pihak belum merasa puas dengan penyelesaian konflik (merupakan pilihan terakhir jika keempat strategi di atas tidak efektif). Selain dipengaruhi oleh prioritas pada sasaran dan relasi, penggunaan kelima strategi ini juga dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu aspek self, others, dan domain. Self merupakan aspek dimana individu melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki berkaitan dengan penyelesaian konflik. Sedangkan others merupakan aspek yang melihat kekuatan, kelemahan, Dan Domain merupakan lokasi/waktu/keadaan dimana konflik itu berlangsung. Jika individu mendapati dirinya lebih kuat daripada individu lain, maka dapat diduga dia akan menggunakan strategi memaksa atau konfrontasi, sebaliknya jika individu merasa lebih lemah daripada individu lain, maka dia akan menggunakan strategi cara halus atau menghindar, namun keadaan tersebut dapat menjadi terbalik jika didukung oleh domain yang tepat.
E. CHANGE AGENT
Change agent adalah seorang professional yang mempengaruhi keputusan pembaharuan dalam suatu arah pertimbangan yang sangat diinginkan oleh organisasi.Adapun ciri-ciri Change Agent adalah;
1. Profesional.
2. Punya inisiatif dan motivasi.
3. Seorang pemimpin.
4. Punya keterampilan tinggi.
5. Punya peran penting :peneliti,teman bekerja sama,konsultan,fasilitator guru,evaluator dan manajer.
6. Diterima oleh semua orang yang terlibat
7. Dapat diterima oleh partisipan.
F. TUGAS CHANGE AGENT
Adapun tugas-tugas dari Change Agent yaitu;
a. Mampu menggabungkan ide dari berbagai sumber.
b. Mampu memberi semangat sehingga dapat mempertahankan minat.
c. Terampil berhubungan dengan orang lain.
d. Mampu menyelesaikan masalah.
e. Berpikir realistis.
f. Fleksibel dalam memodifikasi ide,kuat menolak ide yang tidak produktif.
g. Dapat dipercaya dan tidak mudah kecewa.
h. Mampu menterjemahkan melalui wawasan dan pikiran intelektual.
i. Mampu menangani perubahan.
Selasa, 15 Maret 2011
ASKEP JIWA PERILAKU KEKERASAN
A. KONSEP MEDISa. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut di lakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (stuart and sundeen, 1998).
Pengertian perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secara fisik, emosional, dan atau sexualitas. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang. Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi predisposisis secara fisik maupun psikologis.
b. Etiologi
1. Factor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi predisposisi yang mungkin atau tidak mungkin terjadi jika factor berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku; reinforcement yang diterima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Social budaya; budaya tertutup, control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilakuk kekerasan diterima.
d. Bioneurologis; kerusakan system limbic, lobus frontal/temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiser.
2. Factor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang), lingkuangan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain, provokatif dan konflik.
Menurut stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise tidak terpenuhi.
a. Fruatasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi fruastasi. Ia merasa trancam dan cemas, jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
c. Kebutuhana akan status dan prestise ; manusia pada umumnya mempunyai keinginan mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
3. Rentang Respon Perilaku Kekersan.
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan prilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikonrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
c. Akibat dari perilaku kekersan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkuangn (Keliat B.A 2005).
Tanda dan gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
2. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yang merupakan siklus dan saling bergantung yang meliputi : pengkajian rumusan diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Beberapa faktor yang perlu dikaji pada klien perilaku kekerasan menurut Keliat BA, 2005. Dimana pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien Perilaku Kekerasan adalah identitas klien, keluahan utama/alasan masuk factor predisposisi, aspek fisik/biologis, aspek psikososial, dan lingkuangan. Adapun gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:
a. Klien dibawa kerumah sakit jiwa dengan alasan amuk, membanting barang-barang, gelisah, tidak bisa tidur, berendam dikamar mandi selama berjam-jam.
b. Klien biasanya amuk karena ditegur atas kesalahannya .
c. Klien mengatakan mudah kesal dan jengkel
d. Merasa semua barang tidak ada harganya
e. Klien kelihatan sangat bersemangat,wajah tegang.
f. Muka merah ketika menceritakan masalahnya.
g. Klien merasa minder bila berada di lingkungan keluarga
h. Klien mudah marah dan cepat tersinggung
i. Klien selalu merusak lingkungan
j. Klien tampak kotor, rambut kusut, dan kotor, gigi kotor dan kuning kuku panjang dan kotor, kulit banyak daki dan kering
k. Klien mengatakan malas mandi
l. Klien tidak mau mandi bila tidak disuruh dan mandi kalau perlu saja
m. Sehabis mandi klien masih tampak kotor
2. Masalah keperawatan
Menurut Keliat B.A, 2005, Masalah keperawatan yang sering terjadiklien Perilaku Kekerasan adalah:
a. Resiko cedera
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah kronis
d. Defisit perawatan diri : mandi, berhias dan berpakaian, BAB/BAK
e. Ketidak efektifan penatalaksanaan progam terapeutik.
4. Diagnose keperawatan
Diagnose keperwatan adalah suatu bagian integral dari proses keperwatan dan merupakan suatu komponen adri langkah-langkah analisa, dimana perawat mengindentifikasi respon-respon individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensia.
Diagnosa keperawatan dari pohon masalah pada gambar diatas adalah sebagai berikut:
a. Resiko Perilaku Mencederai Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan.
b. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif : ketidakmampuan keluarga marawat klien dirumah.
d. Deficit perawatan diri mandi, berhias dan berpakaian, BAB/BAK berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
e. Ketidakefektifan Penatalaksanaan Program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah.
5. Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek yaitu ; tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan.
Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa keperawatan dan dapat di capai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnose keperawatan. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri dari 3 aspek yaitu: kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan permasalahan. (Keliat B.A, 2005).
Adapun rencana tindakan keperawatan pada klien perilaku kekerasan menurut Keliat B.A, 2005 yaitu:
Diagnose I : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
b. Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang di sukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukan sifat empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
a) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan.
b) Simpulkan bersama klien tanda-tanda marah yang di alami klien.
c) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa di lakukan
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lkakukan klien (Verbal, pada orang lain, diri sendiri dan lingkungan).
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan.
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
a) Bicarakan akibatnya keinginan dan cara yang di lakukan klien.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang di gunakan klien.
c) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.
a) Diskusikan dengan kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien.
b) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien.
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah di lakukan untuk mencegah perilaku kekerasan, yaitu tarik napas dalam dan pukul kasur serta bantal.
d) Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien.
e) Beri contoh kepada klien tentang cara menarik napas dalam.
f) Minta klien untuk mengikuti contoh yang di berikan sebanyak 5 (lima) kali.
g) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik napas dalam.
h) Tanyakan perasaan klien setelah selesai.
i) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah di pelajari saat marah/jengkel.
j) Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan di lakukan sendiri oleh klien.
k) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah di pelajari
l) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah di lakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
m) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
n) Berikan pujian atas keberhasilan klien
o) Tanyakan kepada klien : apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah.
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara social untuk mencegah perilaku kekerasan.
a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b) Beri contoh cara bicara yang baik :
• Meminta dengan baik
• Menolak dengan baik
• Mengungkapkan perasaan dengan baik
c) Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
1) Meminta dengan baik “saya minta uang untuk beli makanan”
2) Menolak dengan baik “Maaf, saya tidak dapat melakukannya karena ada kegiatan lain”
3) Mengungkapkan perasaan dengan baik “ saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan”disertai nada suara yang rendah.
• Minta klien mengulang sendiri
• Beri pujian atas keberhasilan klien
• Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya: meminta obat, baju, dan lain-lain, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya, menceritakan kekesalan kepada perawat.
• Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari
• Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan .
• Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
• Berikan pujian atas keberhasilan klien
• Tanyakan kepada klien bagaimana perasaannya setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan marah berkurang?
8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
a) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan
b) Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan diruang rawat
c) Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan
d) Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih
e) Beri pujian atas keberhasilan klien
f) Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah
g) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
h) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian.
i) Validasi kemampuana klien dalam melaksanakan latihan.
j) Berikan pujian atas keberhasilan klien
k) Tanyakan pada klien bagaimana perasaan budi setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan marah berkurang?
9) Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah prilaku kekerasan
a) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama, warna, besarnya), waktu minum obat (jika 3 kali : pkl. 07.00,13.00,19.00) cara minum obat.
b) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur :
• Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah minum obat
• Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
• Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak teratur, misalnya penyakitnya kambuh.
c) Diskusikan tentang prose minum obat:
• Klien meminta obat kepada perawat ( jika dirumah sakit), kepada keluarga (jika dirumah)
• Klien memeriksa obat sesuai dosisnya
• Klien meminum obat pada waktu yang tepat
d) Susun jadwal minum obat bersama klien
e) Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian, validasi pelaksanaan minum obat klien.
f) Beri pujian atas keberhasilan klien
g) Tanyakan kepada klien “bagai mana perasaannya dengan minum obat secara teratur? Apakah keinginan untuk marah berkurang?”
10) Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan prilaku kekerasan.
a) Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
• Anjurkan klien untuk ikut TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
• Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
• Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
• Fasilitas klien untuk memperaktekkan hasil kegiatan TAK dan beri pujian atas keberhasilannya.
b) Klien mempunyai jadwal TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku.
• Diskusi dengan klien tentang jadwal TAK.
• Masukkan jadwal TAK kedalam jadwal kegiatan harian klien.
c) Klien melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK.
• Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evalution)
• Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK.
• Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK.
• Tanyakan pada klien : “bagaimana perasaannya setelah mengikuti TAK?”
11) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan.
a) Keluaga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien.
1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah di lakukan keluarga terhadap klien selama ini.
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien :
• Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
• Sikap dan cara bicara
• Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan.
4) Bantu keluaga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5) Bantu keluaga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
6) Anjurkan keluaga mempraktekannya pada klien selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.
Diagnosa II : Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis
Tujuan umum : klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki klien.
b) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative.
c) Utamakan memberi pujian yang realistis.
2) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat di gunakan.
a) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat di gunakan selama sakit.
b) Diskusikan pula kemampuan yang masih dapat di lanjutkan setelah pulang ke rumah.
3) Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang di miliki.
a) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat di lakukan setiap hari sesuai kemampuan (mandiri, bantuan sebagian,bantuan total).
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh di lakukan
Dignosa III : Deficit perawatan diri:mandi,berhias,berpakaian, BAK/BAB berhubungan dengan harga diri kronis
Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan minat atau motivasinya dan mempertahankan kebersihan diri.
Tujuan khusus
1) Klien dapat mengenal pentingnya kebersihan diri.
a) Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri.
b) Dorong klien untuk menyebutkan 3 dan 5 tanda kebersihan diri.
2) Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
a) Motivasi klien untuk mandi.
b) Bimbing klien untuk mandi,beri kesempatan untuk mendemonstrasikan.
c) Anjurkan klien untuk mengganti baju tiap hari.
d) Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e) Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk mengelola fasilitas kebersihan diri.
f) Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri.
3) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
a) Monitor klien dalam melaksanakan kebersihan diri secara teratur
b) Ingatkan klien untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi dan ganti baj
4) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
a) Beri reinforcement jika klien berhasil meningkatkan kebersihan diri.
b) Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
c) Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurangnya minat menjaga kebersihan diri.
d) Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah di lakukan klien selama di rumah sakit
e) Anjurkan keluarga member reinforcement terhadap kemajuan klien.
Diagnosa IV : Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif : kemampuan keluarga merawat klien di rumah
Tujuan umum
Klien dapat membina hubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: sapa klien dengan ramah, perkenalkan diri dengan sopan,tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang di sukai klien, jelaskan tujuan pertemuan,jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki.
b) Setiap bertemu klien hindari penilaian negative.
c) Utamakan memberi pujian yang realistic.
2) Klien mampu menilai kemampuan yang di miliki.
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat di gunakan selama sakit.
b) Diskusikan kemampuan yang masih dapat di lanjutkan penggunaannya
3) Klien mampu merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang di miliki.
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat di lakukan setiap hari sesuai kemampuan.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh di lakukan klien.
4) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya.
a) Beri kesempatan pada klien mencoba kegiatan yang telah di rencanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien.
c) Diskusikan kemungkian pelaksanaan di rumah.
5) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien di rawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Diagnose v : Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah.
Tujuan umum : keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien di rumah.
Tujuan khusus :
1) Idintefikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien slama ini
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien:
a) Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif
b) Sikap dan cara berbicara
c) Membantu klien untuk mengenal penyebab marah dan melaksanakan cara mencegah perilaku kekerasan.
4) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
5) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
6) Anjurkan keluarga memperaktekkannya pada klien selama di Rumah Sakit dan melanjutkannya setelah pulang kerumah.
6. Pelaksanaan tindakan keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalialidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkandan sesuai dengan kondisi klien saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. (Keliat B.A, 2005).
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang telah disusun. Adapun hambatan yang ditemukan penulis antara lain:
a. Waktu yang tersedia untuk melakukan asuhankeperawatan kepada Tn “R” sangant terbatas sehingga ada beberapa rencana keperawatan yang telah disusun tidak sempat dilaksanakan secara langsung.
b. Ketidakhadiran keluarga disaat melakukan asuhan keperawatan.
c. Kurangnya tenaga perawat di bangsal Kenari disbanding jumlah klien yang dirawat.
d. Perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan belum dilakukan secara intensif.
7. Evaluasi tindakan keperawatan
Evaluasi merupakanprosesyang berkelanjutan dan dilakukan terus menerus untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi 2 jenis : (1) evaluasi proses (formatik), yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan, (2) evaluasi hasil (sumatif), dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. (Keliat B.A, 2005).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir
S. = Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O. = Respon obyektifterhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A. = Analisa terhadap data subyektif dan obyektif untuk mengumpulkan apakah masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru.
P. = Perencanaan tidak lanjut berdasarkan hasil analisa respons klien.
Adapun hasil akhir yang diharapkan pada klien dengan masalah perilakukekerasan adalah:
Klien mampu :
1. Membina hubungan salin percaya
2. Mengidentifikasi penyebab prilaku kekersan
3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekersan
4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6. Mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
7. Mendemonstrasikan cara social untuk mencegah perilaku kekerasan
8. Mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
9. Mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekersan
10. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan secara pencegahan perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A, ( 2005 ), Proses Keperawatan Jiwa, Edisi 2, EGC : Jakarta
Mansjoer Arif,( 2004 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Media Aesculapius : Jakarta
Maramis. W. F, ( 2004 ), Ilmu Kedokteran Jiwa, Penerbit Airlangga Universitas Press : Surabaya
Suliswati, ( 2005 ), Konsep Dasar Keperawatn Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta
Stuart, G. W, ( 2006 ), Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5, EGC : Jakarta
Townsend, Mrcy C, ( 1998 ). Buku Saku Keperawatan Jiwa, edIsi 5, EGC ; Jakarta
......... ( 1998 ). Buku Saku Diagnose Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, EGC : Jakarta
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut di lakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (stuart and sundeen, 1998).
Pengertian perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secara fisik, emosional, dan atau sexualitas. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang. Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi predisposisis secara fisik maupun psikologis.
b. Etiologi
1. Factor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi predisposisi yang mungkin atau tidak mungkin terjadi jika factor berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku; reinforcement yang diterima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Social budaya; budaya tertutup, control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilakuk kekerasan diterima.
d. Bioneurologis; kerusakan system limbic, lobus frontal/temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiser.
2. Factor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang), lingkuangan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain, provokatif dan konflik.
Menurut stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise tidak terpenuhi.
a. Fruatasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi fruastasi. Ia merasa trancam dan cemas, jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
c. Kebutuhana akan status dan prestise ; manusia pada umumnya mempunyai keinginan mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
3. Rentang Respon Perilaku Kekersan.
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan prilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikonrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
c. Akibat dari perilaku kekersan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkuangn (Keliat B.A 2005).
Tanda dan gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
2. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yang merupakan siklus dan saling bergantung yang meliputi : pengkajian rumusan diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Beberapa faktor yang perlu dikaji pada klien perilaku kekerasan menurut Keliat BA, 2005. Dimana pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien Perilaku Kekerasan adalah identitas klien, keluahan utama/alasan masuk factor predisposisi, aspek fisik/biologis, aspek psikososial, dan lingkuangan. Adapun gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:
a. Klien dibawa kerumah sakit jiwa dengan alasan amuk, membanting barang-barang, gelisah, tidak bisa tidur, berendam dikamar mandi selama berjam-jam.
b. Klien biasanya amuk karena ditegur atas kesalahannya .
c. Klien mengatakan mudah kesal dan jengkel
d. Merasa semua barang tidak ada harganya
e. Klien kelihatan sangat bersemangat,wajah tegang.
f. Muka merah ketika menceritakan masalahnya.
g. Klien merasa minder bila berada di lingkungan keluarga
h. Klien mudah marah dan cepat tersinggung
i. Klien selalu merusak lingkungan
j. Klien tampak kotor, rambut kusut, dan kotor, gigi kotor dan kuning kuku panjang dan kotor, kulit banyak daki dan kering
k. Klien mengatakan malas mandi
l. Klien tidak mau mandi bila tidak disuruh dan mandi kalau perlu saja
m. Sehabis mandi klien masih tampak kotor
2. Masalah keperawatan
Menurut Keliat B.A, 2005, Masalah keperawatan yang sering terjadiklien Perilaku Kekerasan adalah:
a. Resiko cedera
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah kronis
d. Defisit perawatan diri : mandi, berhias dan berpakaian, BAB/BAK
e. Ketidak efektifan penatalaksanaan progam terapeutik.
4. Diagnose keperawatan
Diagnose keperwatan adalah suatu bagian integral dari proses keperwatan dan merupakan suatu komponen adri langkah-langkah analisa, dimana perawat mengindentifikasi respon-respon individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensia.
Diagnosa keperawatan dari pohon masalah pada gambar diatas adalah sebagai berikut:
a. Resiko Perilaku Mencederai Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan.
b. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif : ketidakmampuan keluarga marawat klien dirumah.
d. Deficit perawatan diri mandi, berhias dan berpakaian, BAB/BAK berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
e. Ketidakefektifan Penatalaksanaan Program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah.
5. Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek yaitu ; tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan.
Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa keperawatan dan dapat di capai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnose keperawatan. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri dari 3 aspek yaitu: kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan permasalahan. (Keliat B.A, 2005).
Adapun rencana tindakan keperawatan pada klien perilaku kekerasan menurut Keliat B.A, 2005 yaitu:
Diagnose I : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
b. Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang di sukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukan sifat empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
a) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan.
b) Simpulkan bersama klien tanda-tanda marah yang di alami klien.
c) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa di lakukan
a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lkakukan klien (Verbal, pada orang lain, diri sendiri dan lingkungan).
b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan.
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
a) Bicarakan akibatnya keinginan dan cara yang di lakukan klien.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang di gunakan klien.
c) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.
a) Diskusikan dengan kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien.
b) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien.
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah di lakukan untuk mencegah perilaku kekerasan, yaitu tarik napas dalam dan pukul kasur serta bantal.
d) Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien.
e) Beri contoh kepada klien tentang cara menarik napas dalam.
f) Minta klien untuk mengikuti contoh yang di berikan sebanyak 5 (lima) kali.
g) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik napas dalam.
h) Tanyakan perasaan klien setelah selesai.
i) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah di pelajari saat marah/jengkel.
j) Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan di lakukan sendiri oleh klien.
k) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah di pelajari
l) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah di lakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
m) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
n) Berikan pujian atas keberhasilan klien
o) Tanyakan kepada klien : apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah.
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara social untuk mencegah perilaku kekerasan.
a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b) Beri contoh cara bicara yang baik :
• Meminta dengan baik
• Menolak dengan baik
• Mengungkapkan perasaan dengan baik
c) Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
1) Meminta dengan baik “saya minta uang untuk beli makanan”
2) Menolak dengan baik “Maaf, saya tidak dapat melakukannya karena ada kegiatan lain”
3) Mengungkapkan perasaan dengan baik “ saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan”disertai nada suara yang rendah.
• Minta klien mengulang sendiri
• Beri pujian atas keberhasilan klien
• Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya: meminta obat, baju, dan lain-lain, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya, menceritakan kekesalan kepada perawat.
• Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari
• Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan .
• Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.
• Berikan pujian atas keberhasilan klien
• Tanyakan kepada klien bagaimana perasaannya setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan marah berkurang?
8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
a) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan
b) Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan diruang rawat
c) Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan
d) Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih
e) Beri pujian atas keberhasilan klien
f) Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah
g) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
h) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian.
i) Validasi kemampuana klien dalam melaksanakan latihan.
j) Berikan pujian atas keberhasilan klien
k) Tanyakan pada klien bagaimana perasaan budi setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan marah berkurang?
9) Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah prilaku kekerasan
a) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama, warna, besarnya), waktu minum obat (jika 3 kali : pkl. 07.00,13.00,19.00) cara minum obat.
b) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur :
• Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah minum obat
• Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
• Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak teratur, misalnya penyakitnya kambuh.
c) Diskusikan tentang prose minum obat:
• Klien meminta obat kepada perawat ( jika dirumah sakit), kepada keluarga (jika dirumah)
• Klien memeriksa obat sesuai dosisnya
• Klien meminum obat pada waktu yang tepat
d) Susun jadwal minum obat bersama klien
e) Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian, validasi pelaksanaan minum obat klien.
f) Beri pujian atas keberhasilan klien
g) Tanyakan kepada klien “bagai mana perasaannya dengan minum obat secara teratur? Apakah keinginan untuk marah berkurang?”
10) Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan prilaku kekerasan.
a) Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
• Anjurkan klien untuk ikut TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
• Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
• Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
• Fasilitas klien untuk memperaktekkan hasil kegiatan TAK dan beri pujian atas keberhasilannya.
b) Klien mempunyai jadwal TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku.
• Diskusi dengan klien tentang jadwal TAK.
• Masukkan jadwal TAK kedalam jadwal kegiatan harian klien.
c) Klien melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK.
• Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evalution)
• Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK.
• Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK.
• Tanyakan pada klien : “bagaimana perasaannya setelah mengikuti TAK?”
11) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan.
a) Keluaga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien.
1) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah di lakukan keluarga terhadap klien selama ini.
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien :
• Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
• Sikap dan cara bicara
• Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan.
4) Bantu keluaga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5) Bantu keluaga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
6) Anjurkan keluaga mempraktekannya pada klien selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.
Diagnosa II : Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis
Tujuan umum : klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki klien.
b) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative.
c) Utamakan memberi pujian yang realistis.
2) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat di gunakan.
a) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat di gunakan selama sakit.
b) Diskusikan pula kemampuan yang masih dapat di lanjutkan setelah pulang ke rumah.
3) Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang di miliki.
a) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat di lakukan setiap hari sesuai kemampuan (mandiri, bantuan sebagian,bantuan total).
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh di lakukan
Dignosa III : Deficit perawatan diri:mandi,berhias,berpakaian, BAK/BAB berhubungan dengan harga diri kronis
Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan minat atau motivasinya dan mempertahankan kebersihan diri.
Tujuan khusus
1) Klien dapat mengenal pentingnya kebersihan diri.
a) Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri.
b) Dorong klien untuk menyebutkan 3 dan 5 tanda kebersihan diri.
2) Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
a) Motivasi klien untuk mandi.
b) Bimbing klien untuk mandi,beri kesempatan untuk mendemonstrasikan.
c) Anjurkan klien untuk mengganti baju tiap hari.
d) Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e) Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk mengelola fasilitas kebersihan diri.
f) Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri.
3) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
a) Monitor klien dalam melaksanakan kebersihan diri secara teratur
b) Ingatkan klien untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi dan ganti baj
4) Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
a) Beri reinforcement jika klien berhasil meningkatkan kebersihan diri.
b) Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
c) Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurangnya minat menjaga kebersihan diri.
d) Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah di lakukan klien selama di rumah sakit
e) Anjurkan keluarga member reinforcement terhadap kemajuan klien.
Diagnosa IV : Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif : kemampuan keluarga merawat klien di rumah
Tujuan umum
Klien dapat membina hubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: sapa klien dengan ramah, perkenalkan diri dengan sopan,tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang di sukai klien, jelaskan tujuan pertemuan,jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki.
b) Setiap bertemu klien hindari penilaian negative.
c) Utamakan memberi pujian yang realistic.
2) Klien mampu menilai kemampuan yang di miliki.
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat di gunakan selama sakit.
b) Diskusikan kemampuan yang masih dapat di lanjutkan penggunaannya
3) Klien mampu merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang di miliki.
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat di lakukan setiap hari sesuai kemampuan.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh di lakukan klien.
4) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya.
a) Beri kesempatan pada klien mencoba kegiatan yang telah di rencanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien.
c) Diskusikan kemungkian pelaksanaan di rumah.
5) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien di rawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Diagnose v : Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah.
Tujuan umum : keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien di rumah.
Tujuan khusus :
1) Idintefikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien slama ini
2) Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien:
a) Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif
b) Sikap dan cara berbicara
c) Membantu klien untuk mengenal penyebab marah dan melaksanakan cara mencegah perilaku kekerasan.
4) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
5) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
6) Anjurkan keluarga memperaktekkannya pada klien selama di Rumah Sakit dan melanjutkannya setelah pulang kerumah.
6. Pelaksanaan tindakan keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalialidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkandan sesuai dengan kondisi klien saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. (Keliat B.A, 2005).
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang telah disusun. Adapun hambatan yang ditemukan penulis antara lain:
a. Waktu yang tersedia untuk melakukan asuhankeperawatan kepada Tn “R” sangant terbatas sehingga ada beberapa rencana keperawatan yang telah disusun tidak sempat dilaksanakan secara langsung.
b. Ketidakhadiran keluarga disaat melakukan asuhan keperawatan.
c. Kurangnya tenaga perawat di bangsal Kenari disbanding jumlah klien yang dirawat.
d. Perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan belum dilakukan secara intensif.
7. Evaluasi tindakan keperawatan
Evaluasi merupakanprosesyang berkelanjutan dan dilakukan terus menerus untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi 2 jenis : (1) evaluasi proses (formatik), yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan, (2) evaluasi hasil (sumatif), dilakukan dengan membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. (Keliat B.A, 2005).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir
S. = Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O. = Respon obyektifterhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A. = Analisa terhadap data subyektif dan obyektif untuk mengumpulkan apakah masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru.
P. = Perencanaan tidak lanjut berdasarkan hasil analisa respons klien.
Adapun hasil akhir yang diharapkan pada klien dengan masalah perilakukekerasan adalah:
Klien mampu :
1. Membina hubungan salin percaya
2. Mengidentifikasi penyebab prilaku kekersan
3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekersan
4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6. Mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
7. Mendemonstrasikan cara social untuk mencegah perilaku kekerasan
8. Mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
9. Mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekersan
10. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan secara pencegahan perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A, ( 2005 ), Proses Keperawatan Jiwa, Edisi 2, EGC : Jakarta
Mansjoer Arif,( 2004 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Media Aesculapius : Jakarta
Maramis. W. F, ( 2004 ), Ilmu Kedokteran Jiwa, Penerbit Airlangga Universitas Press : Surabaya
Suliswati, ( 2005 ), Konsep Dasar Keperawatn Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta
Stuart, G. W, ( 2006 ), Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5, EGC : Jakarta
Townsend, Mrcy C, ( 1998 ). Buku Saku Keperawatan Jiwa, edIsi 5, EGC ; Jakarta
......... ( 1998 ). Buku Saku Diagnose Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, EGC : Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)